Puncak Perayaan Maulid Nabi Meriah

Ribuan khalayak memadati Halaman Kampus IAI Ibrahimy pada Hari Sabtu kemarin. Para santri, alumni dan simpatisan Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah mengikuti acara puncak perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Salah seorang Ketua Tanfidziyah PBNU, KH. Said Aqil Sirajd dalam ceramahnya menyampaikan pentingnya meneladani ahlak Rasulullah. Menurutnya, Rakyat Indonesia kalau ingin selamat hendaknya harus kembali ke ajaran rasulullah.

Calon ketua PBNU itu mengatakan, di luar pesantren sudah banyak digembar-gemborkan bahwa orang yang merayakan Maulid Nabi itu syirik. Karena hal itu merupakan bid’ah. Setiap bid’ah itu sesat. Perayaan Maulid itu juga tidak ada pada zaman Rasulullah. Padahal menurutnya, bid’ah itu ada yang hasanah, baik dan sayyiah atau dholalah, dengan kata lain sesat. Buktinya pada jaman Rosulullah tulisan Al-Quran tidak ada titiknya, yang ada hanya tulisan bengkok-bengkok. Lalu pemberian titik itu terjadi pada masa kekholifaan Sayyidina Ali. Penemu titik Al-Quran itu adalah Abul Aswad. Tidak cukup sampai disitu, sekitar tahun 200 hijriyah, tulisan Al-Quran itu kemudian disempurnakan dengan syakal dan tajwidnya. Ilmu tajwid itu tidak ada pada zaman Rasulullah, berarti itu semua bid’ah, mengapa mereka mesti memakai ilmu tajwid kalau memang itu bid’ah. Bukti lain yaitu pada zaman Rosulullah tidak ada universitas, mengapa mereka yang menggembar-gemborkan bahwa maulid itu bid’ah mesti kuliah, padahal universitas tidak ada pada zaman Rasulullah. Dengan demikian, orang yang tidak mau kepada bid’ah, khususnya bid’ah hasanah tergolong orang yang bodoh.

Lain halnya dengan Kiai Imam Mawardi yang menyampaikan pentingnya Shadaqoh. Menurut Alumni Pesantren Sukorejo itu, orang yang bersodaqoh akan diganti dengan yang lebih besar lagi. Begitu juga, tidak ada ruginya bagi orang yang merayakan Maulid Nabi, karena akan ditambah pahalanya.

Sedangkan pada perayaan Maulid Nabi untuk santri putri, KH. Samsul Arifin, sebagai penceramah menyampaikan pesan moral dan bagaimana seharusnya cara mencintai Nabi Muhammad SAW. Kiai asal kota Jember ini merisaukan kenyataan yang terjadi di masyarakat., khususnya kawula muda yang lebih mengidolakan artis dibalik layar dari pada para tokoh di zaman Rosulullah yang seharusnya patut dijadikan sebagai teladan. Selain itu, terkait dengan pembacaan burdah yang nampaknya disalah tafsirkan sebagai tradisi melantunkannya dengan nada seindah mungkin tanpa memahami sama sekali makna yang terkandung didalamnya. Padahal, esensi dari isi burdah itu adalah sebagai pujian, salam pengenalan perjalanan Rosulullah dalam menapaki perjuangan hidup sekaligus berisi motivasi besar bagi umat islam.(Dew/C12)

Artikel Terkait:

 

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah