Cita Rasa Iman


Oleh: Ahmad Azaim Ibrahimy

"Telah mengecap cita rasa iman, siapa yang ridlo bahwa Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama pilihan, dan Muhammad sebagai utusan."
(HR. Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad)

Para salaf al-Shâlih, guru-guru kita yang sejati, setiap kali membaca atau mendengar hadits ini disampaikan, mereka akan segera menundukkkan kepala, menghayatinya lahir batin, merasakannya lahir batin, dan mengamalkannya lahir batin. Lidah dan bibir mereka terlihat mengecap, di saat ruh dan kalbu mereka menikmati "hidangan yang begitu lezat".
Menyatakan kerelaan diri bahwa Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama pilihan, dan baginda Muhammad saw. sebagai utusan, inilah "hidangan yang begitu lezat" bagi mereka pemilik cita rasa iman yang tinggi, cita rasa para nabi, orang-orang sholeh, dan para kekasih.

Jiwa seorang muslim sejati laksana sebuah rumah, ada interior dan eksterior yang harus dilengkapi sebagai nilai tambah keindahannya. Islam, ajarannya meliputi fisik dan psikis. Aspek psikis berdiri atas prinsip dzauq. Dengan dzauq seorang muslim dibimbing untuk cerdas memahami, cerdas membaca situasi, cerdas merasakan, dan cerdas memilih kebenaran secara pasti. Tidak tahawwur, sehingga mengakibatkan salah arah di persimpangan jalan.

Dzauq adalah perasaan yang telah dibimbing oleh kecerdasan tercerahkan (illumminated). Ia adalah qalbun salîm, hati yang sehat dari penyakit alpa dan nafsu tercela. Seorang yang telah menemukan manisnya iman dan mengecap kelezatan di setiap rasanya, dialah yang telah mampu menyatukan lahir dan batin, menyatukan jasad dan ruh, menyatukan aksara dan makna. Dialah pemilik kalbu yang telah menikmati kelezatan maknawi, sebagaimana nafsu yang telah menikmati kelezatan inderawi.


Hanya yang menyatakan rodliya billâhi robbâ, ridlo bahwa Allah sebagai Tuhan, dialah yang telah mengecap cita rasa iman sebenarnya. Karena ketika menyatakan kerelaan diri bahwa Allah adalah Tuhan, maka sebagai konsekuensi ucapannya – dengan sepenuh jiwa – dia menyerahkan diri kepada Tuhan, tunduk mematuhi hukum-Nya, dan pasrah berada dalam bimbingan-Nya. Dia pergi meninggalkan tadbîr (perencanaan) dan ikhtiyâr (pilihan) diri sendiri menuju tadbîr dan ikhtiyâr Allah Swt., hingga menemukan lezatnya hidup dan damainya kepasrahan.
Ketika dia ridlo bahwa Allah sebagai Tuhan, maka Allah pun ridlo kepadanya, rodliyallâhu 'anhum wa rodlû 'anhu. Dan ketika dia memperoleh keridloan Allah, maka Allah membimbingnya temukan kemanisan iman, agar mengerti betul makna anugerah yang telah diberi, dan agar mengerti betul makna ihsân yang Allah rezekikan kepadanya.

Ridlo kepada Allah tidak akan hadir kecuali bersama pemahaman
pemahaman tidak akan hadir kecuali bersama cahaya
cahaya tidak akan hadir kecuali bersama kedekatan
dan kedekatan tidak akan hadir kecuali bersama pertolongan-Nya
Subhânahu Wa Ta'âlâ

Wa bi al-Islâmi dînâ, dan ridlo bahwa Islam adalah agama pilihan, artinya ia ridlo terhadap sesuatu yang telah diridloi Allah Swt. dan terhadap sesuatu yang telah dipilih-Nya. Pilihan Allah Swt. adalah bahwa sesungguhnya agama yang benar itu Islam; siapa yang memilih agama selain Islam maka tidak akan diterima; dan Islam adalah agama yang telah Alloh pilihkan untuk ummat ini, maka janganlah mati kecuali sebagai seorang muslim sejati.
Ketika ridlo Islam sebagai agama pilihan, maka jiwanya merasa lezat dalam melaksanankan perintah dan merasa lezat dalam meninggalkan larangan, merasa lezat ketika berbuat amar ma'ruf dan merasa lezat ketika bertindak nahi munkar. Hatinya panas terbakar cemburu bila menyaksikan seorang atheis yang berdebat memasuki wilayah terlarang. Lalu dengan cerdas menembak tembus pikirannya dengan bukti-bukti, dan menumpas habis sampai ke akarnya dengan penjelasan-penjelasan

Wa bi Muhammadin rasûlâ, dan ridlo bahwa baginda Muhammad saw. sebagai seorang utusan. Ketika menyatakan baginda Muhammad saw. sebagai seorang utusan, konsekuensinya adalah berusaha menjadi kekasih yang setia mengikutinya, merasa lezat dalam mengkaji adab dan menteladani akhlaknya. Membuktikan diri sungguh- sungguh ber-ittiba' dengan berkata, berbuat, memilih, meninggalkan, menyukai, dan membenci apapun sesuai dengan yang telah diajarkannya, baik secara lahir maupun batin, dari ujung kepala sampai kaki.
Siapa yang ridlo Alloh sebagai Tuhan, berarti telah pasrah kepada-Nya. Siapa yang ridlo Islam sebagai agama pilihan, berarti telah siap mengamalkannya. Dan siapa yang ridlo baginda Muhammad saw. sebagai utusan, berarti telah sanggup mengikuti sunnahnya. Tiga pedoman yang tak boleh terpisahkan, lipatlah dengan rapi di dalam jiwa ini !

Allâhumma
putihkan warna niat ini
agar harumnya semerbak melati
damainya seindah musim semi
dan tulusnya sebening embun pagi

Allâhumma
anugerahkan akal nan cemerlang, kalbu nan gemilang
ruh bergelora kerinduan, dan dzauq tercerahkan

Allâhumma
anugerahkan kekuatan iman, kelembutan 'irfân
air mata berlinangan, dan tubuh ringan dalam penghambaan

Allâhumma
anugerahkan taqwa pandangan, taqwa pendengaran
taqwa ucapan, dan taqwa setiap perbuatan

Artikel Terkait:

 

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah