Ketika Keberhasilan Tak Tergapai

Oleh: Mudzhar Rofi’i

Keberhasilan dan kegagalan ibarat dua sisi yang berbeda dalam mata uang koin yang pasti ada dalam diri manusia. Keberhasilan yang gemilang adalah pangkal kegagalan, sedangkan kegagalan yang kita alami bisa jadi pangkal keberhasilan, dengan kata lain (keberhasilan yang tertunda).
Kegagalan adalah milik kita semua, artinya apa? setiap insan pasti mengalami yang namanya kegagalan, entah gagal dalam dunia pendidikan (putus pendidikan), gagal didalam merajut mimpi indahnya yakni cita dan cintanya, gagal dalam dunia bisnisnya, dan banyak lagi kegagalan-kegagalan yang lainnya. Apakah kita pernah bertanya kepada diri kita !!! pernahkah kita merasakan kegagalan ?
Salah seorang seniman terkemuka ditanah air tercinta kita ini membawakan sya’ir-sya’ir lagunya yang berbunyi “ cukup sekali aku merasa . . . kegagalan cinta, takkan terulang kedua kali didalam hidupku ”, “ orang yang benar bukan orang yang tak pernah melakukan kesalahan, tapi yang menyadari kesalahannya dan memperbaikinya ”. (Dr. H. Rhoma Irama).
Secara normative dan wajar, jika seseorang mengalami kegagalan/kesalahan, dengan demikian kita akan tergerak untuk bangkit kembali memperbaiki kegagalan/kesalahan yang dialami sebelumnya, kita akan belajar dari kegagalan itu sendiri, dengan kegagalan kita akan termotifasi untuk melakukan introspeksi diri, sehingga kita tidak akan main serobotan untuk bertindak atau melakukan sesuatu.
Apakah kita pernah bertanya kenapa si Fauzi gagal dalam merebut kursi jabatan, si Hofi gagal dalam dunia bisnisnya, si Manaf gagal dalam dunia Pendidikannya, bahkan yang lebih urgen lagi si Fandi gagal dalam merajut cintanya. Semua study kasus tersebut berawal dari kesalahan yang mereka lakukan. meskipun kesalahan yang mereka perbuat itu, sedikit banyak akan membawa kepada kesalahan yang fatal dan berimbas kepada kegagalan yang akan kita alami nantinya.
Kegagalan yang kita alami bukan untuk ditakuti, dan disesali, melainkan bagaimana kegagalan tersebut diminimalisir, dan dimanage sebagus mungkin untuk dijadikan peluang untuk meraih kesuksesan, sehingga kegagalan tidak menimpa kita untuk kedua kalinya akibat kesalahan yang kita perbuat. Oleh karenanya, siapa pun yang merasakan kegagalan hendaknya BANGKIT_BANGKIT_dan BANGKIT untuk mengejar mimpi indah kita. Biarlah kegagalan tadi menjadi masa lalu kita, akan tetapi kita tidak boleh larut kedalam suasana kegagalan secara terus menerus. Di mana kegagalan yang telah menimpa kita pada masa lalu, jadikanlah cermin untuk melangkah kemasa selanjutnya yang akan kita lalui. juga sebagaimana perkataan seorang penyair “hari kemarin adalah pelajaran, hari sekarang adalah kenyataan, sedangkan hari esok adalah harapan”.
Wajar jika kita menangis dan merasa kecewa ketika mengalami kegagalan, namun kegagalan tersebut bukan untuk ditangisi dan disesali terus menerus, karena tangis tidak akan mengubah kegagalan yang telah menimpa kita, akan tetapi hanya usaha, jerih payah, kesabaran, ketabahan dan do’a kita-lah yang akan merubah suasana kita. “Yakinlah bahwa suatu saat kita pasti akan mengalami keberhasilan jua”.
Namun sebaliknya, seseorang yang telah mencapai apa yang diinginkannya yakni ( keberhasilan ) biasanya orang yang demikian cenderung mengalami perubahan mental, paradigma berfikir, gaya hidup, cara bertindak, yang itu semua akan membawa kita terjerumus kejurang kenistaan, dengan kata lain cenderung akan sombong, tidak mau belajar dari orang lain, merasa dirinya paling benar dan pandai serta meremehkan orang lain.
Dengan demikian perlu kiranya kita membentengi diri kita untuk tidak terjerumus ke hal-hal yang sangat di benci oleh Allah SWT. Tentunya hal tersebut memerlukan waktu untuk memperbaiki sikap kita, gaya hidup kita dan cara bertindak kita, itu semua berkaitan erat dengan ke-IMAN-an, ke-TAQWA-an dan ke-SALEH-an kita didalam menjalankan roda kehidupan. Yang nantinya kesuksesan tersebut bisa dirasakan / dinikmati oleh orang banyak (kesuksesan yang bermanfaat).
Ingatkah kita tentang filosofi PADI yang “semakin tua semakin merunduk, bukan semakin tua malah menjadi-jadi”, alias tidak tau situasi dan kondisi. Nah kalau kita (sebagai santri) tentunya harus seperti prilakunya padi, semakin banyak mendapatkan ilmu, ya tentunya harus semakin taat kepada guru-gurunya (Sam’an wato’atan).
Dari itu semua tidak ada alasan bagi kita untuk memvonis bahwa semua yang telah terjadi ini adalah takdir kita, dan tidak ada alasan pula bagi kita untuk menyalahkan tuhan! Tapi marilah kita menyalahkan diri kita sendiri. Perjuangan tidak akan berhenti sampai disini “ terus semangat, baik dalam keadaan senang maupun susah, Dunia masih belum titik”.

* Penulis : Mantan Sekretaris Iksass Bondowoso periode 2007-2009
yang sekarang menjabat Pimred Bulletin Q-Ronggo (SR)

Artikel Terkait:

 

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah