Mengagas Mata Kuliah "Antikorupsi"


Oleh : Farid Mawardi

Korupsi selalu saja terjadi setiap hari setiap saat tanpa pandang hari apa dan tanggal berapa. Asalkan ada kewenangan dan kepentingan yang sifatnya non prosedural, kapanpun korupsi bisa terjadi.

Korupsi adalah prahara nasional, melawannya pun harus melibatkan seluruh masyarakat dari semua elemen. Mulai dari pemuka agama, kaum buruh, birokrat, LSM, tidak terkecuali praktisi pendidikan meliputi mahasiswa dan tenaga pendidik. Semuanya mesti bersatu melakukan kontrol terhadap pemerintah dan menolak praktek korupsi tanpa konpromi. Sebab, pratek korupsi tidak akan terjadi, kecuali jika ada kesepahaman kedua belah pihak. Semua ini dilakukan demi terwujudnya pemerintahan yang bersih.

Berbicara tentang upaya memberantas korupsi, ada langkah menarik yang dilakukan oleh Universitas Paramadina. Terdorong komitmen untuk turut berpartisipasi menghilangkan kecenderungan melakukan korupsi dan kesadaran akan bahayanya, pihak kampus menerapkan sebuah kebijakan dengan menambah mata kuliah baru yakni Mata Kuliah Anti Korupsi. Mata kuliah ini wajib diprogram oleh semua mahasiswa dari semua fakultas dan jurusan. Konon, mata kuliah ini baru pertama di dunia. Sang rektor, Anis Baswedan mengaku bahwa terobosan ini berangkat dari keprihatinan dan kesadaran bersama betapa korupsi merupakan ancaman serius bagi eksistensi bangsa ini. Makanya, tak bisa dibayangkan kalau saja seluruh kekayaan negara dicuri dan diselewengkan. Disintegrasi (perpecahan) bangsa akan jadi ancaman atau bahkan kenyataan.

Nah, bila kita peduli terhadap pemberantasan, rasanya tidak salah jika kita mengikuti apa yang dilakukan oleh rekan-rekan dari paramadina diatas. Sebab jika lebih didalami ternyata mata kuliah alternatif ini sangatlah penting, dengan beberapa alasan.

Pertama, minimnya pengetahuan tentang korupsi di kalangan pelajar atau mahasiswa. Dengan terselenggaranya mata kuliah ini diharapkan para kader kita (baca : pelajar dan mahasiswa) paham tentang praktek Korupsi -yang ternyata banyak macamnya itu- secara utuh. Pengertian korupsi hakikatnya tidak sebatas melarikan uang rakyat, atau menggelapkan dana organisasi. Tapi korupsi secara terminologi jauh lebih luas dari apa yang pernah kita bayangkan selama ini. Apakah bila anda masuk kantor pada jam sembilan pagi tidak termasuk korupsi.? Padahal -menurut aturannya- semestinya kita sudah berada di kantor pada jam tujuh pagi.

Memang dalam kasus "telat ngantor" ini tidak secara jelas merugikan negara. Sebab kita memang tidak menyelewengkan uang dinas. Tapi tahukah anda, bahwa hal semacam ini juga termasuk kategori korupsi, yakni tepatnya korupsi waktu. Meski secara visual (menurut pandangan mata) tidak berbuat apapun, tapi hal ini jelas merugikan negara. Karena dengan begitu jam efektifitas kantor menjadi berkurang, padahal honorarium diterima secara utuh (tidak berkurang sedikitpun).

Kedua, memperkuat komitmen untuk memberantas korupsi di kalangan akademisi, meliputi pelajar/mahasiswa, guru/dosen dan praktisi pendidikan lainnya. Dalam mata kuliah ini memang diajarkan segalanya tentang korupsi. Mulai dari dari sejarah, grafik, macam hingga tehnik penanggulangannya. Namun yang menjadi inti dalam penyelenggaraan mata kuliah baru dan nyentrik ini adalah menumbuhkembangkan mental sehat tanpa kecurangan dalam bentuk apapun termasuk korupsi.

Ketiga, menjelaskan efek negatif perilaku korupsi bagi sebuah negara. Makanya demi efektifitas mata kuliah ini, hendaknya dilengkapi dengan kasus-kasus korupsi lengkap dengan kronologis dari awal kejadian perkaranya hingga merugikan negara miliaran atau bahkan triliunan rupiah. Ini juga sebagai penopang pengetahuan tentang korupsi dan menjadi salah satu pintu masuk penguatan komitmen anti korupsi dengan pendekatan rasional-objektif.

Keempat, memberikan pemahaman obyektif bahwa musuh terbesar di abad ini adalah kebejatan moral yang salah satunya adalah praktek korupsi. Ini sudah maklum dan saya yakin semua negara setuju dengan pandangan ini. Sebagai Contoh konkrit, negara kita sendiri yang kekayaan alamnya -baik di darat maupun di laut- begitu melimpah. Siapa yang berani menyangkal keindahan dan potensi alam kita. Bahkan ekplorasi gas alamnya pun terbesar di dunia. Belum tambang kekayaan yang lain. Belum lagi kekayaan baharinya. Namun apa yang terjadi dengan masyarakat kita dengan seabrek anugerah Tuhan itu. Kita tetap saja miskin. Kenyataan ini tak lain, karena kekayaan alam republik kita dijual dan hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Kekayaan yang menjadi hak seluruh rakyat mengalir masuk ke kantong pribadi. Bandingkan dengan negara Singapura yang makmur meski hidup hanya dengan secuil sumber daya alam (bila dibanding dengan Indonesia).

Dengan empat pertimbangan diatas, saya pikir cukup alasan bagi terselenggaranya matakuliah anti korupsi. Sekarang tinggal bagaimana pihak rektorat menyikapi. Tentu keputusan sepenuhnya absolut berada di tangan pimpinan institusi, dan siapapun -termasuk saya- tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi. Toh meski tanpa hadirnya matakuliah baru ini, tidak berarti kita pro korupsi. Apalagi Dalam artian menyetujui segala bentuk penyelewengan. Sangat tidak mungkin. Hanya saja, jika komitmen dan semangat melawan korupsi kita salurkan dalam satu kajian, mungkin saja lebih efektif.

Terakhir, semua bermuara kepada pengabdian kita kepada agama, bangsa dan negara dalam bentuk apapun. Alangkah baiknya jika pemberantasan korupsi dimulai dan diupayakan dari semua sektor, utamanya sektor pendidikan. Bukankah, mereka yang terbukti melakukan korupsi itu orang-orang cerdas yang dulunya hidup berlama-lama di kampus atau sekolah. Bagaimana..?

Artikel Terkait:

 

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah