Alsod, Redaktur Radar yang Suka Sarungan

Siapa bilang, santri Sukorejo tidak bisa menulis. Malah seharusnya santri Sukorejo harus pinter nulis! Tengoklah, berapa kitab yang ditulis Kiai As’ad! Kiai As’ad, penulis juga kok!

Salah seorang santri Sukorejo yang mengikuti jejak Kiai As’ad dalam dunia tulis-menulis adalah Ali Sodiqin. Ia tidak sekadar menulis tapi juga mengedit tulisan-tulisan kiriman wartawan Radar Banyuwangi. Ali Sodiqin sekarang menjabat salah seorang redaktur Radar Banyuwangi.

Pergulatan Alsod, sapaan samarannya, dalam dunia kewartawaannya dimulai ketika ia masih menjadi mahasiswa Fakultas Dakwah IAI Ibrahimy. Ia aktif di pers mahasiswa. Paling tidak, ia pernah menjadi sekretaris “Orator”, majalah BEM Fakultas Dakwah dan redaktur “Alternatif”, buletin HMJ BPI Fakultas Dakwah.

Alsod mengaku, pengalaman aktif di persma itulah yang amat bermanfaat dan mendukung kariernya. Misalnya, ketika di persma ia yang melay out. Nah, pengalaman ini amat berguna ketika ia menjadi wartawan Radar, walaupun di Radar ia bukan sebagai tukang lay out.

Dorongan untuk menekuni dunia tulis menulis, ia dapatkan juga ketika ikut Pelatihan Jurnalistik Nasional yang diselenggarakan Badan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (BP2M). Ketika itu, BP2M bekerjasama dengan harian Surya. “Saya mendapat motivasi dari Pak Imam, salah seorang fasilitator pelatihan tersebut,” ujarnya.

Setelah mengikuti pelatihan jurnalistik dan kunjungan ke beberapa media di Surabaya, ia mulai serius menekuni dunia tulis-menulis. Setelah lulus dari Fakultas Dakwah, ia bersama Edy Supriyono, salah seorang temannya di Fakultas Dakwah yang juga hoby menulis melamar sebagai wartawan Radar Banyuwangi. Di Radar mereka dites oleh Shodiq Syarief, wartawan Radar yang juga dosen Jurnalistik di Fakultas Dakwah IAII.

Setelah lulus tes dan magang, ia dan Edy diterima sebagai wartawan Radar Banyuwangi. Alsod ditugaskan di Banyuwangi dan Edy di Situbondo. Ia ditugaskan meliput berita-berita kriminal kemudian dipindah sebagai wartawan olah raga.

Putra pasangan almarhum Haeroni bin Basuki dengan Hikmatul Kamilah binti H. Abdul Ghafur ini mondok di Pondok Pesantren Sukorejo mulai SMP. Ia berasrama di Sunan Murya no. 7.

Dalam ijazah S1-nya, Alsod tertulis lahir di Banyuwangi 18 November 1981. Betulkah ia dilahirkan ke dunia ini pada tanggal tersebut? Entahlah. Persisnya ia mengaku tidak tahu. Kedua orang tuanya, juga tidak mengatahui secara persis kapan ia lahir. Mereka sudah lupa. Sebab, sejak pertama kali ia lahir, mereka tidak pernah mencatatnya. ’’Apalah arti sebuah tanda lahir?’’ begitu mungkin pikir mereka.

Di desanya, orang memang tidak peduli dengan tanggal lahir. Yang selalu diingat hanya hari dan pasarannya. Ironisnya, bapak dan ibunya juga sudah lupa hari dan pasaran Alsod. Yang mereka ingat hanyalah, sang anak lahir pada tahun 1981. Itu saja. Tanggal berapa, bulan berapa, tidak ingat. Untuk apa diingat? Untuk ulang tahun? Emangnya perlu ulang tahun? “Tidak. Saya orang desa. Dan tetap akan menjadi orang desa,” imbuhnya.

Lalu apa pakaian yang paling ia suka? Bukan baju, celana, atau yang lainnya. Alsod mengaku, lebih lebih suka sarung. Lho kok? Jangan remehkan kemampuan sarung ini.

Menurutnya, sarung bisa jadi apa saja. Mulai jadi alat ibadah, mencari rezeki, alat hiburan, fashion, kesehatan, sampai jadi alat memeras atau menakut-nakuti.
Alsod mengaku belum menemukan bentuk pakaian lain yang fleksibelnya melebihi sarung. Kalau sembahyang, jadilah dia benda penting menghadap Tuhan. Kalau lagi kedinginan, jadilah dia selimut. Kalau lagi mau nakut-nakuti anak kecil, jadilah dia pocongan.

Menurut Alsod, santri Sukorejo tak perlu minder dan ragu-ragu kalau mau menjadi wartawan. Toh kenyataannya, banyak santri Sukorejo yang telah menjadi wartawan.

Di pondok pesantren, sebenarnya telah menyiapkan hal itu misalnya dengan adanya beberapa pelatihan jurnalistik. Bahkan di Fakultas Dakwah, terutama jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) banyak mata kuliah jurnalistik. Misalnya: pengantar jurnalistik, teknik menulis dan mencari berita, teknik menulis feature dan editorial, dan segudang ilmu jurnalistik lainnya. Dan alumni Fakultas Dakwah, banyak yang menjadi wartawan. “Intinya, kalau mau jadi wartawan masuklah Fakultas Dakwah,” pesannya setengah berpromosi. (sah)

Artikel Terkait:

 

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah