Ra Marzuq, Sosok Guru Disiplin Waktu

Setelah Pesantren Sukorejo kehilangan salah seorang dosen psikologinya, kini kehilangan sosok dosen Bahasa Arab yang sangat menghargai waktu. Dialah Lora Marzuqi Idris Bin Kiai Idris Bin Kiai Munawar Bin Kiai Ruham.

Lora yang lahir pada tahun 1950 di Kembang kuning Pamekasan ini sangat tabah dalam menghadapi kehidupan yang begitu sulit. Beliau sangat sabar dalam mengarungi lika-liku bahtera kehidupan ini.

Sebagian besar waktunya, beliau luangkan untuk membina Para Santri Salafiyah Syafiiyah. Selain menjadi guru Madrasah di Sukorejo, Beliau juga menjadi dosen Bahasa Arab IAI Ibrahimy. Kehadirannya ditengah-tengah mahasiswa begitu berharga, karena cara belajar yang diterapkannya sangat merakyat, paham terhadap keadaan mahasiswa. Mahasiswa yang berhalangan untuk mengikuti kuliah cukuplah menyertakan surat idzin yang disertai dengan tandatangan dan stempel dari lembaga pesantren. Kalau prosedur itu dipenuhi, mahasiswa sudah dianggap setara dengan teman-temannya yang mengikuti kuliah.

Banyak kalangan yang menilai, beliau merupakan sosok guru yang baik, serius, dan disiplin waktu. Terkadang ketika mahasiswanya belum datang, beliau sudah menunggu di ruang kuliah. Namun demikian, beliau tidak pernah marah kepada mereka. Cara menyinggungnya pun cukup halus, tidak sampai melukai hati mahasiswa. Metode yang diterapkan ketika memberikan kuliah Bahasa Arab mempunyai ciri khas tersendiri. Kali pertama, secara bergiliran mahasiswa disuruh mengartikan teks arab secara bebas. Setelah selesai satu bab, biasanya Lora Marzuq memberi tugas terjemah bebas Bahasa Arab kepada semua mahasiswa. Itu dilakukan sebulan sekali. Nah, semua itu yang menjadi acuan kelulusan mahasiswa.

Begitu juga kepada sanak familinya, beliau sangat perhatian terutama kepada adik-adiknya. Bahkan beliau sangat menyayangi adik perempuannya, Ny. Hj Fatimah Idris. (Istri Kiai Afifuddin Muhajir, M. Ag.). Kasih sayang yang beliau berikan sama dengan kasih saying seorang ibu kepada anaknya. “Beliau yang selalu merawat, mengasuh dan memandikan sejak saya dilahirkan, karena beliau memang mendambakan kehadiran seorang adik perempuan. ”tutur Ny. Hj. Fatimah Idris dengan mata berkaca-kaca.

Beliau sempat mengenyam pendidikan di Pesantren An-Nuqayah, Guluk-Guluk Sumenep. Tak lupa beliau pernah nyantri di Pesantren rintisan KHR. Syamsul Arifin. Serta mengikuti program LPBA Jakarta.(Anis Mahdi)

Artikel Terkait:

 

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah