• Menengok Program Center of Excellence IAII (Bag. II)

Harus Tampak Aura Unggulan
Prof. Imam Suproyogo menilai IAII sudah memenuhi syarat rukun sebagai center of excellence kajian fiqh dan kontemporer. Namun syarat rukun tersebut masih kecil dan harus dikembangkan. Di samping itu, yang belum ada di IAII adalah suasana aura sebagai pusat studi dan keterkenalan.

Kalau IAII mau menjadi center of excellence maka harus ada aura bahwa tempat tersebut memang sebagai pusat kajian fiqh. Misalnya dengan adanya koleksi ribuan buku fiqh di perpustakaan. “Sehingga ketika memasuki daerah tersebut akan tampak aura bahwa tempat itu sebagai pusat kajian fiqh,” tuturnya.

Begitu pula, IAII sebagai pusat kajian fiqh harus dipublikasikan sehingga akan terkenal sebagai pusat kajian fiqh. IAII juga harus memperhatikan kesejahteraan orang-orang yang mengelola pusat kajian.

Menurut Rektor UIN Malang tersebut, pondok pesantren dulu maju bukan karena bangunan fisiknya. Tapi karena ada orang-orangnya yang berbobot, terutama pendiri pesantren. Orang-orang ini bertipe sebagai pejuang, berilmu, dan ikhlas. Orang-orangnya berbobot tersebut kemudian “bertelur” dalam bentuk buku, majalah, dan beberapa karya lainnya.

Sementara itu, konsultan yang lain, Prof. Arief Furqon menilai bahwa selama ini pondok pesantren berkeinginan baik untuk terkenal dan sebagai program unggulan tapi biasanya males untuk membuat laporan. Sedang di pihak lain, Diktis ada keinginan baik untuk membantu. Sedangkan yang dituntut oleh Diktis adalah manajemen berbasis kinerja yang melihat pada hasil.

Menurut Profesor Arief, kunci untuk melaksanakan program center of excellence adalah perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Dalam tahap pelaksanaan ini menyangkut program yang berorientasi pada SDM dan keahlian.

Dra. Ida Qudsyiah mengatakan bahwa bantuan terbesar di Diktis untuk program center of excellence. Program center of excellence akan terus berjalan sampai tahun 2014. Karena itu ia meminta peserta program center of excellence membuat perencanaan sampai tahun 2014. Menurut penilaiannya, banyak peserta program center of excellence yang belum merumuskan goal suatu program. Kemudian program kegiatan harus relevan dengan goal kegiatan. “IAII sudah memiliki goal yang jelas,” paparnya.

Sementara itu, Dr. Mastuki dalam melaksanakan program center of excellence harus ada kendali mutu. Program center of excellence harus melakukan penguatan menuju cita-cita keunggulan. Dalam melakukan penguatan lembaga paling tidak harus memperbaiki manajemen, sistem manajerial, SDM, daya dukung, dan produk. Daya dukung ini harus memperbaiki lingkungan, nilai-nilai, dan kerjasama dengan tokoh atau lembaga lain. Sedangkan produk harus berkaitan dengan nilai-nilai keunggulan.

Pada acara Monitoring dan Evaluasi tersebut, pihak IAII dan Tribakti ditugaskan untuk membuat planning program center of excellence secara bertahap sampai tahun 2014. Di antara tahapannya adalah tahap perintisan, tahap implimentasi dan konsolidasi, tahap pengembangan, tahap penyempurnaan, dan tahap aktualisasi. Kelima tahapan tersebut harus ada karakteristiknya. (sah)

Artikel Terkait:

 

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah