Kisah Hodri, Alumni yang Menjadi Hakim


Santri Biasa yang Aktif di Organisasi


Hodri, salah seorang santri Sukorejo, terbilang bernasib baik. Setelah lulus Fakultas Syari’ah, ia mencoba mengadu nasib menjadi hakim. Ternyata, diterima. Sekarang ia bertugas di Pengadilan Agama Ketapang Kalimantan. Berikut penuturannya kepada Salaf:

Layaknya orang kebanyakan, saya juga ketika telah resmi menjadi salah satu wisudawan Institut Agama Islam Ibrahimy Sukorejo Situbondo merasa bingung dan sedikit skeptis dengan gelar dan predikat kesarjanahan S1 Syari’ah yang saya tempuh kurang lebih 4 tahun lamanya.

Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo populer dengan pesantren yang sarat dengan nuansa barokah, itu yang -paling tidak- harus bisa dibuktikan oleh jebolan alumnus salafi tercinta ini ketika sudah pulang ke kampung halaman.

Selama di pondok saya tergolong santri yang biasa, layaknya santri yang lain, saya tidak termasuk kutu buku yang selalu bergelut dengan berbagai kitab atau referensi dan pula saya tidak tergolong orang yang study oriented, dengan segudang prestasi.

Namun demikian, sebagai seorang santri yang masuk pesantren pada tahun 1999 silam, dan menjadi mahasiswa di Fakultas Syari’ah jurusan mu’amalah pada tahun 2002 dituntut untuk beradaptasi dengan kultur dan budaya pesantren, serta mematuhi segala tata tertib dan aturan pesantren. Selama Mahasiswa, sejak awal saya memilih bergelut dengan dunia organisasi, baik di BEM atau di IKSASS, sehingga porsi untuk belajar secara intens mungkin terbagi dengan kesibukan organisasi. Meski tak banyak andil dan kontribusi terhadap pesantren, pada tahun 2004 saya dipercaya untuk menjadi Presiden BEM-FS yang kemudian setelah itu dipercaya juga untuk menjadi Sekum PP. IKSASS

Pada akhir Desember 2006 secara riil saya meninggalkan pesantren tercinta (kurang lebih 7 tahun di Pesantren), belum punya asa dan tujuan yang jelas. Ternyata benar, sesampainya dikampung halaman, hanya rasa kalut yang menyelimuti diri. Namun saya tetap berusaha untuk tegar dan optimis, karena satu keyakinan saya bahwa pondok pesantren salafiyah syafi’iyah adalah pesantren yang memiliki dimensi perbedaan dengan pesantren lain, yakni aroma barokah yang menjadi ciri khasnya.

Saya memaknai barokah bukan pada tataran pasif, barokah itu bisa kita raih apabila ada sikap dan tindakan yang pro aktif, bukan hanya menunggu sembari berpangku tangan. Oleh karena itu, sepekan ada dirumah, tanpa sepengetahuan orang lain, -bahkan orang tua saya sendiri- saya memberanikan diri untuk melayangkan surat lamaran (untuk mengabdikan diri pada Negara) ke Pengadilan Agama Negara Bali, yang kebetulan letak kantornya hanya berkisar 500 m dari rumah saya, kalau nantinya saya diterima, paling tidak bisa menyelamatkan status sebagai sarjana dengan membawa nama besar Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah.

Kala itu tanggal 3 Januari 2007, dengan wajah penuh harap, saya langsung menuju bagian umum PA. Negara, meski dengan sedikit rasa malu, akan tetapi saya selalu mencoba untuk tenang, “ah dulu dipondok juga sering keluar masuk birokrasi, ngajukan proposal cari dana kegiatan organisasi, kenapa harus malu”, gumam saya seraya menghibur diri.

Ketika surat sudah resmi masuk dan telah berdisposisi, saya diperkenankan untuk meninggalkan ruang kerja bag. Umum yang waktu itu saya diterima langsung oleh Kaur Umumnya untuk menunggu kabar selanjutnya.

Setiba dirumah, perasaan tak menentu masih menggelayuti hati, namun rasa optimis masih tetap terpatri, masih lekat dalam ingatan saya pesan para ustadz waktu duduk di bangku kelas IV MISSPa, bahwa dengan “keyakinan” kuat, insya Allah kita dapat meraih apa yang kita impikan, “Kullu man lam ya’taqid, lam yantafi’, “ tutur ustadz kala itu sambil memperlihatkan Nadzam Imrithy dan Nazdam Maqsud.

Gayung bersambut, beberapa hari kemudian, telephone rumah berdering dan perasaan berkata “ini telephone dari PA”, ternyata betul, saya di panggil Ketua Pengadilan Agama Negara untuk menghadap pada hari jum’at tanggal tanggal 5 Januari 2007. (Bersambung)

Artikel Terkait:

 

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah