Edy, Wartawan Pengagum Rhoma



“Kalau kalian senang menulis, asahlah tulisan kalian di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah IAI Ibrahimy!”

Kalimat tersebut bukanlah slogan iklan tapi kisah pengalaman perjalanan Edy Supriyono, wartawan Radar Banyuwangi. Edy, sapaan akrabnya, sejak SMA mengaku senang menulis, menggambar, dan membuat komik.

Setelah lulus SMA Ibrahimy, Edy agak kebingungan menentukan sikap; mau melanjutkan kemana. “Cepat atau lambat, perjalanan hidup ini akan membawa kita ke persimpangan yang mengharuskan kita memilih... Bismillahirrohmanirrohim, semoga ini adalah yang terbaik,” ujar Edy.

Akhirnya, ia menentukan pilihan menjadi mahasiswa KPI Fakultas Dakwah Ibrahimy. Kenapa Edy tertarik dengan KPI Fakultas Dakwah? Ia mengaku karena salah satu kompetensi mahasiswa KPI adalah menguasai ilmu-ilmu komunikasi dan jurnalistik. Di KPI inilah para mahasiswa dicetak untuk menjadi jurnalis media eloktronik dan cetak. Karena di KPI ada matakuliah “Pengantar Jurnalistik”; “Teknik Menulis dan Mencari Berita”; “Teknik Reportase, Editorial, dan Feature”; “Teori dan Teknik Kepenyiaran”; “Teknik Olah Vokal dan Pernafasan”; dan beberapa matakuliah pendukung lainnya.

Agaknya, pilihan Edy di Fakultas Dakwah tidaklah salah. Di Fakultas Dakwah inilah ia ditempa ilmu-ilmu jurnalistik. Akhirnya, beberapa tulisannya dimuat di majalah Annida, Fadilah, Surabaya News, dan Jawa Pos.

Tulisan resensi tentang buku “Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat” karya seniornya dimuat di Jawa Pos. Inilah tulisan resensi pertama kali karya mahasiswa Ibrahimy yang dimuat koran nasional. Setelah lulus kuliah, Edy dan Ali Shodiqin (temannya sesama mahasiswa Dakwah) melamar ke Radar Banyuwangi. Kedua-duanya, diterima sebagai wartawan Radar. Hanya saja Shodiqin ditugaskan di Banyuwangi, dan Edy di Situbondo.

Perjalanan Edy di dunia tulis-menulis, dimulai dari jenjang paling bawah. Di Orator, majalah praktikum mahasiswa Fakultas Dakwah, Edy ditunjuk sebagai ilustrator. Kemudian ia dipercaya sebagai reporter. Karena kualitas tulisannya kemudian ia menjadi pemimpin redaksi Orator.

Tulisan-tulisan Edy cukup mengalir dan enak dibaca. Ia mempunyai potensi besar untuk menjadi penulis feature atau cerpen. Bahkan beberapa cerpennya pernah dimuat di Annida dan Surabaya News. Ketika seniornya, Syamsul A Hasan menulis buku Kharisma Kiai As’ad, ia mendapat gagasan untuk mengarang sebuah cerita fiksi tentang Sukorejo tempo dulu, saat masa penjajahan. Beberapa lembar pun sudah ia kerjakan.

Tulisan Edy yang mengalir itu mengundang ketertarikan salah satu dosennya, Muhammad Baharun. Edy kemudian disuruh membantu Baharun dalam menyusun beberapa naskah buku. Edy dan Idris Iskandar kemudian dimagangkan di Malang Post. Edy juga pernah menjadi koresponden Bhasa FM untuk meliput berita-berita seputar Pesantren Sukorejo. Tugas liputan tersebut untuk memenuhi permintaan salah satu dosennya, Imam Syafi’i, yang juga sebagai manajer Bhasa.

Di luar aktivitas menulis, Edy sangat menyukai musik. Ia pengagum berat Rhoma Irama. Beberapa album Rhoma ia koleksi. Sebagai pengagum Rhoma, ia bangga ketika bisa berpose bersama Rhoma. “Saya pertama kali foto bersama Rhoma ketika mengantar teman saya. Skripsi teman saya itu, tentang Rhoma,” ujarnya bangga.

Sebagai pengagum Rhoma, ia hafal beberapa lagu Rhoma. Edy sering mengutip lagu-lagu Rhoma di Facebooknya.

Salah satu pesan Edy kepada yuniornya yang masih nyantri, bahwa di pondok sebenarnya kesempatan untuk menulis amat besar. Itu semua tergantung kita, apakah kita mampu memanfaatkan ataukah terbuang percuma begitu saja. (sah)

Artikel Terkait:

 

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah