Kisah Alumni tahun 70-an: SYAKIR DAN JAJAN SOMPIL



Syakir Shonhaji adalah salah satu santri PP. Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo di era 60 an – 70 an. Hampir setiap malam Syakir, bersama Abdus shamad dan Hadari dipanggil kiai As’ad dan disuruh memijat sekujur tubuhnya hingga larut malam. Kata Syakir; pada saat kiai As’ad di pijat kebiasaan beliau mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari tipe recorder.

Syakir sosok anak yang lahir dari desa Sukorejo Bangsalsari Jember, sejak kecil memiliki kesukaan makan jajan sompil. Kalau sudah kepingin dia pasti minta pada orang tuanya. Tangispun kerap menderai berlinang dari air matanya bila jajan tersebut tidak ada dihadapannya.
Kebiasaan ini berlanjut hingga Syakir menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo. Suatu ketika rasa pingin jajan sompil datang ibarat kerongkongan yang sedang kehausan. Syakir melangkah berjalan di seputar pondok untuk membeli sompil, ternyata tidak ada. Syakir mencari ke Asembagus, disisiri pasar Asembagus juga tidak menemukan penjual jajan sompil. Otomatis karena sudah kadung keluar pondok dia pergi ke kota situbondo. Syakir berputar-putar di kota Situbondo termasuk di pasar mimbaan Situbondo tempat orang berjualan berbagai macam jajan, hari itu tak satupun pedagang yang berjualan jajan sompil. Syakir pun harus pulang ke pondok dengan penuh rasa iba karena jajan yang dicarinya tidak ada.

Pada malam harinya, setelah Shalat magrib, Syakir dipanggil Kiai As’ad. Saat Syakir masuk ke dalem, tiba-tiba kiai As’ad menyuguhkan satu jajan sompil di atas piring yang ukurannya amat besar (tidak seperti ukuran jajan sompil pada biasanya). Kiai As’ad dawuh ; Ayo ka kan, abi’. Ma’le ta’kabiasaan ( Makanlah, habiskan , supaya tidak jadi kebiasaan). Syakir tertegun ; Ya Allah kok kiai tahu apa yang terjadi dalam diri saya. Seketika itu, Syakir mengambil jajan sompil itu, walau bukan ukuran harus habis, jajan sompil itu dimakan dengan lahap. Setelah makan jajan sompil dari kiai As’ad itu, Syakir tidak punya rasa sangat kepingin lagi pada jajan sompil. Dan sejak makan sompil dari Kiai As’ad itulah hati dan fikiran Syakir seperti terbuka, mudah menangkap dan menghafal mata pelajaran di Pondok.

Dalam benak Syakir terbisit bahwa Sang Maha Guru saya, KHR. As’ad Syamsul Arifin betul betul Mukasyafah, mengetahui terhadap isi hati seseorang. Syakir pun dapat belajar dengan tenang di pondok hingga menjadi salah satu ustadz yang diangkat oleh pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo.

Alhamdulilah berkah barokah Kiai As’ad Syakir pulang ke kampung halamannya Desa Sukorejo Bangsalsari, mengabdikan diri kepada kepentingan umat, berjuang mendirikan Yayasan Pondok Pesantren, dan sampai sekarang masih memangku sebagai pengasuh Pondok pesantren As Syafi’iyah Sukorejo Bangsalsari Jember, dan sehari-hari Syakir sudah dipanggil kiai, yakni KH. Syakir Shonhaji, BA. (Misbahus Salam)

Artikel Terkait:

 

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah