Anggota Ikatan Santri Alumni Salafiyah Syafi’iyah (Iksass) mampu memerankan
diri sebagai benteng yang kokoh untuk Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah
Sukorejo Situbondo, terutama ketika menghadapi problematika yang cukup pelik. Misalnya,
ketika Pondok Sukorejo mengalami pergantian kepemimpinan. Anggota Iksasslah
yang mampu menjadi benteng dari serangan-serangan pihak luar sekaligus sanggup memberi
informasi yang jernih dan mencerahkan.
Demikian salah satu rangkuman dari refleksi perjalanan Iksass, tadi
malam di Musholla Gunung Masali Sukorejo. Refleksi tersebut disampaikan oleh
KHR. Ach. Azaim Ibrahimy (Ketua Umum Majelis Syuri PP Iksass), Ust. Muhyiddin
Khotib (mantan Ketua Umum PP Iksass), Lora Ach. Fadlail (Sekretaris Pesantren
Sukorejo), dan Ust. Munif Shaleh (Ketua Umum PP Iksass).
Ketika Kiai Syamsul wafat, di dalam Pondok Sukorejo mengalami “problem
kepemimpinan”. Karena saat itu, Kiai As’ad sebagai Pengasuh Pondok Sukorejo
yang baru, tidak berada di Sukorejo namun berada di Madura. Tapi aktifitas Pondok
Sukorejo tetap berjalan dengan baik. Karena Pondok Sukorejo diback-up oleh
Syaikh Thoha, Kiai Hadori, dan lain-lainnya. “Peran alumni sangat membantu,”
imbuh Kiai Azaim.
Begitu pula, ketika Pondok Sukorejo mengalami pergantian kepemimpinan
dari Kiai As’ad kepada Kiai Fawaid. Sebagian masyarakat mempertanyakan
kemampuan Kiai Fawaid. Namun para alumni Sukorejo mampu membentengi Pondok
Sukorejo dan memberikan informasi yang mencerahkan kepada masyarakat.
Pasca wafat Kiai As’ad, banyak kalangan yang meragukan Kiai Fawaid untuk
memimpin Pesantren Sukorejo. Ia masih sangat muda, sedang yang ia pimpin
tergolong pesantren besar. Keraguan tersebut, juga mengemuka di media massa.
Maklum peristiwa wafatnya Kiai As’ad, menjadi headline pemberitaan media
massa. Pemberitaan tentang Kiai As’ad dan Pesantren Sukorejo menjadi bahan
liputan selama berhari-hari. Kiai As’ad menjadi tokoh nasional, sehingga memenuhi
kreteria untuk selalu diberitakan.
KH. Drs. Hasan Basri, LC, (kala itu Rektor IAI Ibrahimy Sukorejo),
ketika ditanya wartawan menepisnya dengan teori “inseminasi”. Menurutnya, teori
inseminasi atau penyebaran dan pengembangan ini akan cepat menyebar kepada diri
Kiai Fawaid, paling tidak segala potensi kepemimpinannya akan tampak dalam
waktu lima tahun mendatang. Teori inseminasi ini sudah lumrah terjadi pada
kalangan pesantren. Ia mencontohkan, Sayyid Muhammad Alawi, yang menggantikan
abanya ketika masih kecil. Namun kini Sayyid Muhammad Alawi menjadi ulama
besar, karena proses inseminasi (Surabaya Post, 5 April 1991).
Ketika Pondok Sukorejo mengalami pergantian dari Kiai Fawaid ke Kiai
Azaim, Pondok Sukorejo nyaris mengalami peristiwa seperti era Kiai Syamsul ke
Kiai As’ad. Aktifitas Pondok Sukorejo tetap berjalan dengan baik tidak
terganggu. Namun Pondok Sukorejo mendapat serangan dari luar. “Namun Alhamdulillah
berkat dukungan dan benteng dari para alumni, Pondok Sukorejo mampu menghadapi
ujian tersebut dengan baik,” tutu rust. Muhyi.