Sukorejo Nyatakan Mufaroqoh dengan PBNU

KHR. Ach. Azaim Ibrahimy, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, menyatakan mufaroqoh (melepaskan diri dari semua tanggung jawab) dan tidak ada keterkaitan dengan kepengurusan NU hasil Muktamar ke-33 NU di alun-alun Jombang. Sikap tegas Kiai Azaim tersebut diputuskan melalui proses yang panjang, setelah melakukan pengkajian yang mendalam secara lahiriyah melalui tim maupun proses batiniyah dengan bertawassul kepada para kiai pendiri NU dan pendiri Pondok Sukorejo.

Pernyataan Kiai Azaim tersebut disampaikan pada acara Halaqah III Napak Tilas Berdirinya NU, “Mengembalikan NU kepada Khittahnya”, di Pondok Sukorejo, kemarin. Halaqah tersebut dihadiri oleh keluarga Pondok Tebuireng, KH. Sholahuddin Wahid; keluarga Pondok Syaikhona Kholil Bangkalan, KH. Yusuf; keluarga KH. Ahmad Siddiq Jember; mantan ketua umum PBNU, KH. Hasyim Muzadi, serta ratusan peserta pengurus NU dari Jawa, Bali, dan Sumatera.

Terdapat beberapa permasalahan yang diperbincangkan pada halaqah tersebut. Pertama, masalah pengamalan Islam ala NU (khashaish) Aswaja yang keluar dari relnya. Rumusan khashaish NU ini penting, agar masyarakat mengerti khashaish NU yang mengedepankan ketersambungan kepada Rasulullah dan sikap moderat. Khashaish NU tersebut kemudian dirumuskan di Muktamar ke-33 dengan merevisi beberapa draf dari panitia karena dianggap melenceng dari relnya; tapi anehnya NU Online memposting draf bukan keputusan Muktamar. Kemudian NU Online memposting khashaish NU yang baru, hasil muktamar.

Kedua, produk muktamar. Peserta halaqah menganggap, produk muktamar dikatagorikan menjadi dua macam yaitu produk yang masih bermasalah dan tidak bermasalah. Keputusan tidak bermasalah, keputusan selain kepengurusan, misalnya hasil bahtsul masail. Masalah kepengurusan, ada yang bermasalah dari sisi kepribadian (karena dianggap melanggar kode etik NU) dan proses pemilihan, ada pula yang hanya bermasalah dari sisi proses.

Permasalahan dari sisi proses kepengurusan dapat dilihat dari penggunaan sistem ahwa (ahlul halli wal aqdi). Seharusnya, penggunaan sistem ahwa tersebut harus mengacu kepada AD/ART NU. Padahal di AD/ART NU hasil Muktamar Makassar, masih menggunakan pemilihan langsung. Karena itu, kalau ingin menggunakan sistem ahwa harus diubah dulu AD/ART melalui keputusan Muktamar, bukan langsung ditetapkan.

Pada saat itu, KH. Mustofa Bisri (selaku Rais Am) menawarkan solusi pada forum syuriah, “kiai dipilih kiai”. Keputusan tersebut mengandung pengertian Rais Am dipilih oleh beberapa rais syuriah wilayah dan cabang atau para rais syuriah wilayah dan cabang memilih anggota ahwa sebagai perwakilan mereka yang akan menentukan rais am PBNU. Namun kesepakatan ini dilanggar, karena yang ada hanya list nama-nama anggota ahwa yang sudah ditentukan panitia.

Pemilihan ketua umum, oleh peserta halaqah juga dianggap cacat. Diantaranya karena jumlah pemilih tidak mencapai quorum karena muktamirin banyak yang meninggalkan tempat dan ada dugaan pemilih fiktif. Peserta halaqah juga mempermasalahkan profil ketua umum yang kepribadian dan ideologinya melenceng dari NU. Misalnya, beberapa perkataannya dianggap meresahkan warga NU. Menghadapi permasalahan tersebut para peserta sepakat menjunjung tinggi keutuhan NU namun caranya berbeda. Ada peserta yang menghendaki Muktamar ulang; ada peserta yang menempuh jalur hukum karena inilah yang dianggap beradab; dan Pondok Sukorejo menyikapi dengan cara mufaroqoh.

Pernyataan maklumat mufaroqoh selengkapnya demikian: Bismillahirrohmanirrohim Setelah mengamati dengan seksama melalui pengkajian secara lahiriyah dan batiniyah, serta bertawassul kepada para ulama pendiri Nahdlatul Ulama, kami melihat adanya penyimpangan tata cara Muktamar ke-33 NU di Alun-alun Jombang, 1-6 Agustus 2015 yang kemudian menghasilkan keputusan dan langkah-langkah yang menyimpang pula. Kami, Pengasuh dan keluarga besar Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo Jawa Timur (tempat diputuskannya khittah NU 1926) tidak dapat ikut mempertanggung jawabkan proses dan hasil Muktamar ke-33 NU di Alun-alun Jombang, baik kepada ummat nahdliyin maupun kepada Allah SWT . Oleh karena nya kami menyatakan MUFAROQOH (melepaskan diri dari semua tanggung jawab) dan tidak kait mengait antara kami dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hasil Muktamar ke-33 NU di Alun-alun Jombang. Kami menyerukan kepada para ulama dan warga nahdliyin agar tetap teguh mempertahankan dan menjalankan ajaran Ahlu Sunnah wal Jamaah serta mempertahankannya dari serangan aqidah dan ideologi lain. Demikian Maklumat MUFAROQOH ini kami buat dan telah sesuai dengan amanat Hadratus Syeikh KHR, As’ad Syamsul Arifin.
Selengkapnya...

Brosur Santri Baru

Jumlah Pengunjung

Website counter
 

Tamu Pesantren

Mubes Iksass VIII di Jember

Tamu Pesantren

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah