Menjaga Sikap Wara’ dan Zuhud

“Saya khawatir, ketika memperbaiki rumah tersebut, ada barang-barang pesantren yang terpakai untuk pembangunannya,”
Begitulah Kiai As’ad mengapa beliau dulu rumahnya amat sederhana dan sengaja tidak direhabilitasi. Bukan saja karena rumah tersebut mempunyai nilai tersendiri (karena dibangun saat ia belum kawin dengan hasil jerih payah sendiri) tapi juga untuk menghindari barang-barang pesantren terpakai untuk pembangunan rumahnya. Ini menunjukkan sikap zuhud dan wara’nya Kiai As’ad.
Wara’ adalah sikap hati-hati dengan meninggalkan sesuatu yang syubhat dan tidak bermanfaat. Wara’ merupakan kestabilan hati, ketika sedang menggebu-gebu mengerjakan sebuah perbuatan, sehingga mampu membedakan antara yang benar dan yang salah. Inti wara’ sesungguhnya meninggalkan sesuatu yang masih diragukan statusnya kemudian memilih sesuatu yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Wara’, suatu sikap yang senantiasa baik dan penuh prasangka baik (husnuzzhan) kepada orang lain. Agar kita menjadi wara’, kita harus menjaga sikap dari perbuatan syubhat dan berpakaian. Dalam berpakaian sangat dianjurkan tidak hanya menutup aurat, sebagaimana dalam ketentuan fiqh tapi lebih dari itu. Misalnya, kalau laki-laki tidak hanya menutup aurat antara pusar dan lutut tapi juga sekujur badan dan berkopiah
Wara’ merupakan permulaan zuhud. Orang yang zuhud tidak akan merasa bangga dengan kenikmatan dunia dan tidak akan pernah mengeluh karena kehilangan dunia. Wara’ dan zuhud termasuk maqam atau tahapan jalan yang harus dilalui oleh sdorang sufi. Nabi berpesan, agar kita mendekati orang zuhud dan berbicara. Karena dia akan mengajarkan ilmu hikmah.
Selengkapnya...

Komik Kiai As’ad Juara Nasional

Komik tentang pergulatan Kiai As’ad di kalangan bajingan karya Diyana Millah Islami menjadi Juara III Lomba Komik Pekan Nasional Cinta Sejarah yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan Republik Indonesia beberapa waktu lalu. Komik karya Diyana, tergolong paling sederhana, hanya dengan pensil gambar dan berwarna sedang peserta yang lain sudah melalui proses digital. Diyana juga mengerjakan sendiri sedang yang lain berkelompok. Tapi karena tema dalam komik tersebut yang menarik, membuat Diyana juara III.
Menurut salah seorang kakak Diyana, yang mendatangi kantor redaksi Salaf kemarin, komik tersebut terinspirasi dari Buku “Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat”. Buku Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat memang mengungkap pergulutan Kiai As’ad di kalangan bajingan. Menurut Diyana, Kiai As’ad tidak hanya berjuang sendiri. Tapi Beliau menyadarkan penjahat-penjahat di Karesidenan Besuki untuk berdakwah dan berjuang melawan penjajah Belanda.
Diyana yang berstatus mahasiswi Jurusan Sastra Indonesia Unej tersebut mengungkapkan, Kiai As’ad merupakan sosok yang berbeda dan memiliki kharisma tersendiri. Diyana juga amat mengagumi Kiai As’ad yang dengan kesabaran dan ketelatenannya mampu mengubah energi “kalangan hitam” tersebut menjadi “putih”. Menurut dia, walaupun komik yang tebalnya 30 lembar tersebut sederhana tapi ternyata kisah Kiai As’ad menarik perhatian para juri.
Buku “Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat” yang menjadi referensi komik tersebut, temanya cukup menarik beberapa kalangan. Bahkan buku tersebut mendapat Award Karya Tulis Ilmiah Terbaik Dosen PTAIS se-Indonesia 2006, sebagai Harapan I Bidang Sejarah Peradaban Islam, yang diselenggarakan UIN Sunan Kalijaga-Depag RI. (sah)
Selengkapnya...

Fiqh Perlu Diperbaharui



Hari Kamis kemarin (05/01/12), OSIM MTs bekerjasama dengan OSIM MA mengadakan acara Bedah Buku “Metodologi Kajian Fiqh”. Acara tersebut dihadiri langsung oleh penulis buku tersebut, KH. Afifuddin Muhajir, M.Ag. Sedangkan Ust. Imam Nakho’I sebagai pembanding dan Ust. Khairuddin, sebagai moderator. Sayang, karena ada kesibukan lain, KH. Afifuddin Muhajir tidak bisa mengikuti acara samapai selesai. “diskusi akan dilanjutkan bersama Ust. Nakho’I” ungkap Wakil Pengasuh bidang Ilmiyah itu.
Narasumber kemudian diambil oleh Ust. Imam Nakho’I. dalam penyampaiannya, dosen Ma’had Aly yang tidak mau dibilang liberal itu mengungkapkan, bahwa fiqh sebagai hasil ijtihad para ulama terdahulu itu saat ini banyak yang sudah tidak relevan lagi. Menurutnya, ketetapan hukum yang ada dalam fiqh seperti itu perlu diperbaharui. Ust. Imam Nakho’I mencontohkan tentang batasan aurat kaum hawa yakni seluruh anggota badan kecuali muka dan telapak tangan. Batasan aurat perempuan tersebut, paparnya, sudah ditetapkan dalam fiqh. Ternyata, sampai saat ini, khususnya muslimah Indonesia belum bisa mengaplikasikan dalam kehidupannya tentang batasan aurat tersebut. Menyikapi hal tersebut, Ust. Imam Nakho’I menjelaskan, batasan aurat yang sudah ditetapkan dalam fiqh tersebut perlu diperbaharui. Jika tidak, muslimah Indonesia selalu mengumbar aurat. Sedangkan mengumbar aurat itu hukumnya haram. Dalam hal memperbaharui hukum itu menurut Ust. Imam Nakho’I hanya dalam wilayah fiqh bukan wilayah syar’iat. (aaz)
Selengkapnya...

Brosur Santri Baru

Jumlah Pengunjung

Website counter
 

Tamu Pesantren

Mubes Iksass VIII di Jember

Tamu Pesantren

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah