NU Jadi Contoh Demokrasi



Ketua Umum PBNU, Prof. Dr. Said Aqil Siradj mengatakan NU memberikan pendidikan politik, terutama dalam soal pemilihan ketua NU dengan demokratis. Banyak negara Islam di Timur Tengah yang mengacungkan jempol terhadap model pemilihan ketua NU di Muktamar yang berjalan dengan demokratis. “Di Timur Tengah tidak ada pemilihan ketua ulama yang dipilih secara langsung,” imbuh Said Aqil.

Pernyataan Said Aqil itu disampaikan pada acara Haul ke-60 KHR. Syamsul Arifin (wafat tahun 1370 H atau 1951) dan Haul ke-19 KHR. As’ad Syamsul Arifin (wafat tahun 1411 H atau 1990) di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Ahad kemarin. Menurut Said Aqil, ketika suasana pemilihan ketua NU di Muktamar Makassar yang penuh dengan musabaqah atau kompetisi yang diliputi ketegangan tersebut, ia kemudian berpikir agar muktamar mendatang tidak perlu diadakan pemilihan langsung.

Namun ketika selesai Muktamar, saat di Jakarta, ia dikunjungi beberapa duta besar negara-negara sahabat dan utusan negara-negara Timur Tengah. Mereka mengucapkan selamat dan mengacungi jempol terhadap suksesi pemilihan ketua organisasi ulama yang dipilih dengan demokratis. Dengan begitu Said Aqil kemudian berubah pikiran, bahwa pada Muktamar mendatang tetap akan dilaksanakan pemilihan ketua secara terbuka. “Hal ini untuk memberikan pendidikan politik yang demokratis,” ucapnya.

Disamping memberikan ucapan selamat, beberapa utusan negara-negara Timur Tengah tersebut, juga membina kerjasama dengan NU. Di antaranya memberikan beasiswa S1 dan S2 kepada warga NU. Misalnya, pemerintah Mesir menjanjikan 40 beasiswa dan Maroko menjanjikan 15 beasiswa. “Untuk santri Sukorejo, saya memberikan jatah empat orang,” ujarnya yang disambut tepuk tangan ribuan santri.

Said Aqil mengatakan, setelah ia menjadi Ketua umum PBNU ia mempunyai motto, “back to pesantren”. NU harus kembali ke pesantren. Artinya, visi dan misi NU harus kembali ke pesantren. Karena di pesantren terdapat potret kesederhanaan, kemandirian, keilmuan, dan sifat-sifat positif lainnya. Lagi pula, menurut Said Aqil, tanpa ada pesantren, tidak akan ada NU.

Senada, dengan Said Aqil, Drs. KH. Hasan Basri, Lc pada malam Reuni Iksass juga mengatakan bahwa sifat-sifat positif dari pesantren sebagai alternatif untuk mengatasi problematika di Indonesia saat ini. Menurut Hasan Basri, kasus-kasus korupsi yang merajalela di Indonesia karena para pejabat tidak memiliki sifat-sifat seperti wira’i, zuhud, sederhana, dan beberapa sifat kepesantrenan lainnya.

Pada Haul tersebut Said Aqil, Said Aqil juga berpesan kalangan pesantren tetap mempertahankan mahabbaturrosul, kecintaan kepada nabi. Misalnya dengan melestarikan pembacaan Maulid Barzanji atau Ad-Dziba’.

Sedangkan penceramah hikmah haul, KH. Syukron Makmun lebih menyorot tentang keberadaan manusia. Mengapa manusia ada dan mau kemana setelah itu.

Acara haul tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Surat Yasin yang dipimpin KH. Afifuddin Muhajir dan pembacaan Tahili yang dipimpin KHR. Ach. Fawaid As’ad. Setelah itu ditutup pembacaan doa oleh KH. Bashori Alwi dari Malang.

Haul almarhumain tersebut dihadiri oleh ribuan santri, alumni, dan simpatisan Pondok Pesantren Sukorejo. Di samping itu, juga para alim ulama, pejabat, dan politisi. (syamsul a hasan)

Artikel Terkait:

 

Powered by Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah